Kamis, 26 November 2015




Jakarta - Komisi III DPR ngotot menunda proses pemilihan Capim KPK. Sejumlah alasan mengemuka antara lain mengenai unsur jaksa yang tak ada di Capim KPK. Namun alasan DPR itu dinilai mengada-ngada.

"Selama saya mengikuti kegiatan dalam Tim Persiapan Pembentukan Komisi Anti Korupsi, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia  Republik Indonesia tahun 2000, tidak pernah dibicarakan keharusan adanya unsur jaksa atau unsur kepolisian sebagai Pimpinan KPK," jelas praktisi hukum Chandra Hamzah, Kamis (26/11/2015).

Chandra yang pernah terlibat di tim persiapan pembentukan KPK, dan juga pernah menjadi pimpinan KPK ini menjelaskan, oleh karena itu, dalam pasal 21 ayat (4) UU KPK dinyatakan bahwa Pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut umum. 

"Pasal ini untuk mengatisipasi apabila ada keadaan luar biasa dimana mengharuskan Pimpinan KPK untuk melakukan penyidikan dan atau penuntutan sendiri," tutur dia.

"Sedangkan mengenai ketentuan Pasal 29 huruf d yang menyatakan persyaratan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus: "berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan, atau perbankan;" dilatar belakangi pemikiran bahwa pemberantasan korupsi tidak cukup dengan pendekatan hukum saja, melainkan diperlukan keahlian di bidang lain, yaitu ekonomi, keuangan, atau perbankan. Mengenai apakah calon-calon Pimpinan KPK memenuhi syarat tersebut atau tidak, silahkan DPR yang menilainya," tutup dia.

0 komentar:

Posting Komentar